Ijab Kabul

Juni 16, 2013


        “Saya terima nikahnya Maya binti Zaenal dengan mas kawin....”

Aku cuman bisa mendengar kata-kata tersebut selebih terasa gelap dan pekat. Aku merasa seperti ditarik oleh masa lalu, satu persatu bayangan itu terlihat jelas di mataku. Ku cubit ke dua pipiku, sakit. Aku bingung bukanya tadi aku sedang ijab Kabul tapi sekang kenapa aku memakai baju SMA?
“maya coba kamu ke depan dan jelaskan lagi yang ibu tadi jelaskan dari tadi ibu lihat kamu tidak memperhatikan” tiba-tiba lamunanku buyar, antara bingung dan kaget aku melangkah kedepan. Tepuk tangan dan sorakan teman-teman begitu membahana.
Tiba-tiba dari arah pintu ada ketukan dan menyembulkan wajah yang tidak asing lagi bagiku. Dia adalah Rendra, orang yang selama ini aku kagumi diam-diam.


     “jam berapa sekarang?”
     “Maaf bu saya telat”
Dengan wajah dinginya ibu ani, menyuruh rendra berdiri di depan bersamaku. Memang ibu ani ini terkenal sebagai guru yang kiler. Tambah parahlah anak-anak memperolokku dan menjodokanku bersama rendra.
    “Acie..cie.. “ aku melototi anak-anak apa lagi nida yang heboh dari tadi, dalam hati aku bersungut-sungut, awas kalian rasakan nanti.
Dengan wajah dinginya bu ani mengendarkan pandanganya dan seketika kelas menjadi hening kemudian menyuruhku menjelaskan kembali apa yang sudah belaiu jelaskan.

Sudah lama memang aku suka sama Rendra dan beberapa bulan yang lalu kita pun sempat dekat tapi entah kenapa sekarang sikafnya dingin padaku. Aku tau kalau dia juga menyukaiku tp kenapa dia berubah? Ku utarakan kegelisahan ini pada sahabatku. Dia menghela nafas “maaf may, seminggu yang lalu dia pernah curhat sama aku kalau dia itu ngga mau berpacaran sama yang satu kelas”
     “Apa? Trus selama ini apa arti kedekatan kita” wajahku menjadi muram
     “ya emang dia suka sama kamu tapi dia punya prinsip seperti itu”
     “apakah cinta itu seperti ini? Terhalang prinsip yang sangat konyol”
     “coba kamu ajak dia untuk membicarakan masalah ini, kamu juga ungkapin perasaan kamu terhadap dia”
    “ ya itu ngga mungkin, aku kan cewe masa harus nembak duluan?”
    "Memangnya salah kalau cewe mengungkapkan isi hatinya terlebih dahulu?"
     “pokonya itu bukan diri aku kalo harus ngungkapin cinta terlebih dahulu.”
  “Terserahlah kalian memang sama-sama egois” Dia pergi meninggalkanku, otomatis perdebatan kita terhenti sedangkan aku belum beres dengan perdebatanya. Memangnya dia pikir siapa sahabatnya, kenapa seperti membela cowok itu? Huh. Gerutuku dalam hati
Aku ngeloyor pergi dari ruangan kelas yang sepi karena ditinggal anak-anak yang berebut mengisi perut keroncongan dikanti ceu ita. Krok..krok suaranya menggagetkanku, ku percepat lagi langkahku agar cepat-cepat sampai dikantin. Ku lihat kerumunan anak-anak dan juga Nida, yg tega meninggalkanku tadi.
    “Ayo may makan”
   “Hooh aku juga pengen baso” segera aku memesanya. Tidak berapa lama baso yang memikat itu ada di depan mata, siap untuk disantap.. emm mantap sekali.
Ku lirik Rendra yang berada diujung kantin bersama teman-temanya, rasa ada pilu yang menyayat hatiku. Sudahlah lihat saja nanti.
                                                     
Beberapa bulan kemudian aku mengumumkan kalau aku sudah punya pacar kepada teman-teman. Kemudian mereka bertanya kelanjutan tentang hubunganku bersama rendra, aku cuman mesem saja.
Rasanya aku pengen cepat-cepat melihat apa reaksinya nanti kalau mengetehui aku sudah punya pacar. Itu semua akan membuktikan kalau dia bereaksi, berarti benar bahwa dia menyukaiku.  Ternyata seperti biasa sikafnya dingin tapi aku kaget ketika ada sms dari dia yang isinya tidak lebih seperti ini “selamat ya kamu sudah punya pacar”
Aku tidak mengerti dengan sikaf dia sepert itu, apakah dia cemburu atau malah dia tidak memiliki perasaan terhadapku? Ada rasa kecewa yang menjalar dari hatku, seharusnya kamu peka terhadap perasaanku, aku begitu menyukaimu dan aku sudah lelah menunggumu. Kenapa kamu begitu angkuh dengan prinsipmu? Rasanya kepala ini seperti mau meledak menahan perasaanku yang tidak menentu.

Beberapa minggu kemudian aku memutuskan hubungan, rasanya memang itu lebih baik. Ketimbang terus dijalani sedangkan hatiku sendiri sakitnya minta ampun. Selama satu minggu ini aku disibukan dengan tugas-tugas sekolah dan menahan beban fikiran, hingga akhirnya aku jatuh sakit. Tiga hari aku harus rela berbaring di kasur. Selama sakit tersebut aku selalu menunggu dia menjenguku atau mengirimkan sms tapi sayang sampai hari ke empat pun tidak ada. hari berikutnya aku sudah mulai bisa turun dari kasur dan menggerakan badan meski itu masih terasa lemas.

Teman-teman menjengukku dan berkata bahwa selama aku tidak masuk, mereka merasa kehilangan. Aku cuman tersenyum, senang rasanya bisa bertemu dengan teman-teman lagi, aku merasa ada semangat lagi. Kemudian nida berkata “dia juga sangat kehilangan kamu tau. sampai-sampai aku lihat, dia selalu celingukan ketika bel masuk. Aku rasa dia juga khawatir sama kamu dan merasa kehilangan. Biasanya kan kamu yang selalu membuat kehebohan dikelas hihi…” wajahku terasa memanas dan mungkin kalau dihadapanku ada cermin akan terlihat jelas bahwa pipiku bersemu merah.

Setelah teman-teman pulang aku terus memikirkan, benarkan dia merasa kehilangan aku? Dadaku berdetup setiap kali memikirkan itu tapi pikiranku yang lain mengatakan bahwa jangan terlalu berharap nanti kamu akan sakit hati lagi, belum tentu dia menyukaimu. Selama ini kan tidak ada ungkapan kalau dia menyukaimu.. akh pusing aku.
tut..tut hp ku bunyi. akh mengganggu tidurku saja, gerutuku dalam hati. Ketika ku buka mata dan menatap layar hape aku langsung melonjak kegirangan, tiba-tiba jantungku berdetup kencang. Lama sekali aku pandangin layar hape ini, aku ragu untuk mengangkatnya. Ketika aku angkat tiba-tiba saja telponya mati, yaahhh..
kemudian muncul lagi telpon, aku langsung tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengangkat telpon dari dia.
    “halo..” suara diujung sana
    “iya halo” jawabku sedikit ragu
    “hei may, apa kabar?” terlihat canggung
    “Emm.. kurang baik” duh aku merutukin diri sendiri kenapa meski basa-basi seperti ini dan sangat terasa kaku. Udah tau aku sakit malah ditanya kabarnya.
     “Ehe..he.. kamu sakit apa may? Gimana sekarang udah baikan?”
    “Alamdulillah sekaran udah agak baikan. Gimana kabar kamu? Oh ya pasti selama aku tidak masuk banyak tugas ya?
    “syukur atuh kalau udah baikan. Alhamdulillah kabar aku baik. Iya nih banyak tugas tapi tenang kamu gak usah khawatir aku udah nulisin tugasnya ko buat kamu.

Jleb. rasanya dunia mendadak berhenti ketika dia berkata seperti itu, apa? Apa aku salah denger kalau dia nulisin tugas buat aku? Rasanya aku seperti melambung keangkasa.
Ku tutup telepon dari dia antara setengah sadar dan ngga saking senangnya, dia sedikit menasehatiku  untuk selalu menjaga kesehatan. Senangnya.. Setelah kejadian itu dia sering nelpon aku atau sekadar ngesms tapi ketika di sekolah dia terkadang terlihat dingin kepadaku. Aku berusaha untuk memakluminya tapi semakin kami menyangkal bahwa kami tidak ada hubungan apa-apa, teman-teman selalu terus-menerus menjodokanku bersama dia. Tapi memang kami tidak ada hubungan apa-apa selain dari dia sering ngsms atau nelpon aku, cuman itu yang ku ketahui. Biarlah.. aku cukup senang dengan itu.

Tiga tahun sudah aku mengenyam ilmu di sekolah ini, waktu benar-benar berlalu dengan cepat. Akhirnya perpisahan ini harus terjadi. Pagi-pagi sekali aku harus mempersiapkan diri untuk acara perpisahan di sekolah. Rasanya aku sedih sekali harus berpisah dengan teman-temanku dan juga dia. Selama acara perpisahan berlangsung mataku tidak henti-hentinya menatap dia, kapan lagi aku bisa melihat dia.
    “woy..” nida melambaikan tanganya di depan mukaku
    “Cie..  segitunya may? Natap terus..”
Aku cengengesan karena malu, kepergok merhatiin dia. “ abisnya kan nanti aku takut ngga ketemu dia lagi” aku berkelit tapi sebenarnya memang begitu. Ayah menyuruh untuk kuliah dikampung halamanku, jadi otomatis aku tidak akan bertemu dia lagi. Sedih rasanya..

Setelah perpisahan itu aku masih menjaga komunikasi dengan dia tapi dengan seiringnya waktu dia pun benar-benar menghilang dari hidupku. Dimanakah sekarang kamu berada? taukah kamu bahwa aku begitu merindukanmu?  bahwa aku masih menyimpan perasaan terhadapmu? entah sampai kapan aku juga tidak tahu.

2 tahun terlewati begitu saja, aku masih menunggumu.
Telah ku habiskan waktu dan hari-hariku untuk tetap menunggumu tapi kenapa kamu tidak juga mungcul? Rasanya aku sudah putus asa mendekap cinta yang serasa berlari menjauhiku. Bahkan cinta ini terlalu kuat untuk bertahan dalam lubuk hatiku. Kapan cinta ini menghilang? Sedangkan aku sudah mulai enggan menunggumu. Semua yang kulalukan terasa sia-sia.  Aku pikir setelah keluar sekolah dia akan menyatakan cinta kepadaku tapi dugaan itu meleset. Aku kembali terkatung-katung dalam kecewa yang tiada berujung. Aku mengais-ngais tangisan yang terus membanjiri duka.

     “Dimana ini?” aku berusaha membuka mataku yang terasa berat.
     “Tenang may.. tadi kamu pingsan ketika ijab Kabul”.
     “Lalu bagaimana dengan ijab kabulnya?”
     “Ngga apa-apa, kamu istirahat saja dulu. Ijab kabulnya di tunda dulu, nanti sore akan dilanjutkan lagi.”

Aku sama sekali tidak memperhatikan ibuku berbicara karena pikiranku seperti berlarian dan berloncatan kesana kemari. Aku tidak bisa menahan lagi tangisan ini membuncah keluar bersama tatapan heran atau iba ketika ibu melihatku. Pikiranku kembali melayang pada beberapa minggu yang lalu. Aku tidak mengerti, entah dari mana datangnya dia menemuiku dan mengajak menikah. Selama 2 tahun ini aku begitu enggan berdekatan dengan laki-laki. Pernah suatu ketika ada laki-laki yang datang kerumahku dan mengajak menikah tapi lagi-lagi gagal karena sebenarnya hatiku belum sepenuhnya melupakan dia.

Tapi datangnya laki-laki ini membuat ibuku senang apa lagi jika melihat latar belakangnya, dia adalah seorang ustad. Terlihat olehku bahwa ibu berharap lebih terhadap laki-laki ini. Disuatu senja ibu pernah berkata “may ibu pengen banget punya menantu seperti bapakmu, dia rajin solat, mengerti tentang agama. Menurut kamu gimana terhadap bagus?” Ya namanya adalah Bagus. Aku menunduk, “ya aku juga senang” jawabanku sangat lirih.

     “Tapi bu aku ingin menyelesaikan kuliah dulu”
     “menikah itu tidak menghalangi kuliah bukan?”
Aku cuman menunduk, membisu. Tiba-tiba ibu pergi meninggalkanku dalam kesunyian dan kehampaan. Baiklah jika itu mau ibu, aku akan melakukanya demi membahagiakanya. Terasa perih menjalar dalam hatiku, apa lagi jika mengingat bapak yang usah tiada setahun lalu. Kemudian aku terisak lirih

Malam ini aku tidak bisa tidur karena memikirkan ucapan ibu tadi. Mungkin benar kata ibu bahwa dia laki-laki yang baik, selain itu juga jika aku menikah bersama dia mungkin bebanku sedikit berkurang. Selama ini aku merawat ibu yang sudah setahun ini sakit, aku juga takut jika harus kehilangan beliau tanpa bisa membahagiakanya. Mungkin dengan cara menikah inilah aku bisa membahagiakan ibu. Tapi disisi lain aku tidak mencintai laki-laki itu? Tapi bukanya dengan seiringnya waktu cinta itu akan tumbuh? Akh.. lama-lama aku bisa gila memikirkan ini. Pemikiranku terus bergulat hinggga tak terasa adzan subuh pun berkumandang. Astafirullah… semalaman aku tidak tidur. Rasanya kepala ini berat ketika harus meninggalkan kasur menuju kamar mandi untuk wudhu tapi aku memaksanya dan berusaha terlihat sehat.

Tidak berhenti di situ aja perdebatan pun muncul dari kakak-kakakku yang menyatakan kurang setuju. Mereka mengungkapan sebaiknya aku menikah dengan laki-laki yang minimal lulusan sarjana, sedangakan dia??
Aku mengerti bahwa kakak dan ibu mencintaku, mereka hanya ingin aku bahagia. Tapi jauh dilubuk hatiku aku bertanya kebahagian apa yang sebenarnya aku cari? Apakah aku bahagia akan menikah??

Dihadapan mereka aku selalu ceria tapi jauh dilubuk hati terkadang kau menangis. Melalui perdebata yang panjang antara ibu dan kakaku akhirnya tanggal lamaran pun ditentukan.
Tibalah acara tersebut dilaksanakan, aku menjawab lamaran mereka dengan mengatakan bahwa aku ingin focus dulu kuliah tapi juru pembicara dari pihakku menyatakan aku bersedia menikah dengan laki-laki itu. Akh… rasanya aku ingin lari saja dari kepalsuan ini tapi hatiku melunak tiap kali melihat ibu.

Beberapa hari lagi aku akan menikah, persiapan pun sudah dimulai di rumahku. Saudara-saudara berdatangan kerumahku, semuanya pada sibuk. Sedangkan aku merasakan kehampaan dibalik tawa bahagia mereka.
Aku ngeloyor pergi ke kamar untuk mengistirahatkan badanku yang rasanya capek sekali. Kulirik handphone, ada 2 sms.
Yang pertama dari Bagus
Lagi apa may? Jangan terlalu sibuk ya, jaga kondisi jangan sampai nanti sakit pada hari H nya.
Sms ke dua
Ass.. yuni. Gimana kabarnya? Ini sama Rendra
Aku terasa tersengat listrik membaca sms dari rendra, rasanya senang sekali tapi tiba-tiba aku menjadi sedih kenapa dia harus datang disaat aku mau menikah?
 Aku balas sms dari rendra
Wss..  Alhamdulillah baik, gimana sebaliknya? Kemana aja? :D
Tiba-tiba hapeku bergetar, ada sms lagi pekikku dalam hati
Syukur atuh kalau sehat mh, Alhamdulillah sehat. Lagi sibuk ngga sekarang? Boleh ku telpon?

Belum juga kekagetanku hilang dia kembali memberiku sengatan listrik. Sebelum membalas smsnya, batinku kembali saling berperang. Kemudian aku memtuskan untuk membalasnya dan mengatakan kalau aku tidak sibuk. Beberapa detik kemudian dia menelponku. Rasanya aku seperti mimpi, bisa mendengar suaranya lagi.

   “Assalamualaikum may” suara diujung saja, tidak ada yang berubah dari suaranya kemudian aku membayangkan mungkin wajahnya sekarang sudah berubah.
    “haloo” suara diujung sana mengagetkanku
    “Eeh.. iya halo” jawabku gelagapan,
     “Nerima telepon ko melah melamun, nanti aku kabur lagi coba”
    “Eh hehe.. habisnya sih aku kaget dapet sms dari kamu, selama 2 tahun ini kan kamu menghilang gitu aja, aku piker kamu sudah tidak ingat aku lagi”
    “Hehhe maf may.. hape aku dulu hilang jadi pada ilang nonya, gimana sekarang kabar kamu?”
    “Alhamdulillah baik-baik saja, kamu sendiri?”
   “Syukur deh kalo baik mah. Alhamdulillah aku juga baik. Emm katanya bapak kamu sudah meninggal ya? Maaf waktu itu aku ngga tau jadi ngga kesana”
Deg.. luka kepergian bapakku belum sembuh total, aku selalu menangis jika mengingat bapaku.
    “Maaf may, aku buat kamu sedih”
    “Eh.. ngga apa-apa ko. Oh iya sekarang kamu ada dimana? Sudah punya pacar belum?
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku, aku merutuki diri sendiri yang sudah lancing bertanya seperti itu, hadeeh kacau gumamku dalam hati.
   “Sekarang aku ada di bogor may. Eh.. hehe aku masih jomblo kayak dulu”
  “Yaelah emang kamu nungguin siapa? Betah banget ngejomblonya?” kenapa pembicaraanya mengarah kesini.. aduuh
    “Hehehe… ngga tau may aku masih memikirkan cewe yang dulu”
    “Siapa yang dulu?”
    “Ada deeh, kamu sendiri gimana?” mati aku.
Eh udah dulu ya aku dipanggil ibu dulu.. daghh. Ku tutup teleponya secara sepihak memang tidak sopan tapi aku belum siap mengatakanya. Pikiranku masih tertuju, siapa perempuan yang dulu??

Setelah ada telepon dari dia, hatiku menjadi tidak nyaman. Aku berusaha mencari jawaban siapa jodohku sebenarnya. Aku pun melakukan salat istikharah tiap malam. Aku pernah bermimpi bahwa rendralah yang menjadi mempelai pria, bukan laki-laki itu tapi apakah itu adalah jawab dari salat istikharku? I don’t know


Rasanya aku ingin  menghentikan waktu yang berlari begitu cepat. Aku ingin waktu benar-benar berhenti pada saat ini juga karena aku takut untuk mengucapkan janji setia dengan laki-laki itu. Tapi semua itu adalah ilusi dan kenyataanya adalah waktu terus bergerak.

“Krek” bunyi pintu yang sudah lama engselnya tidak diberi minyak atau oli atau mungkin pintunya sudah terlalu tua sehingga menimbulkan bunyi ketika dibuka. Kulihat wajah lelaki itu penuh khawatir.

Bagaimana keadaanmu sekarang? Dia bertanya sambil menatapku. Aku tidak berani menunjukan wajahku.
“May, kamu tau ngga kalau aku itu sangat..sangat mencintaimu. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu”
   “Bukanya seorang pria dan wanita itu dilarang berduaan? Apa lagi dikamar, aku takut menimbulkan fitnah” jawabku dengan dingin
    “Ya aku mengerti, aku cuman ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja. Dan asal kamu tau kalau aku itu begitu menyayangi kamu”

Ya memang kamu mencintaiku tapi bagaimana dengan aku?
Tibalah waktu yang ditentukan untuk kembali mengucap ijab kabu yang tertunda. Aku merapikan riasan agar orang-orang tidak curiga kalau tadi selama dikamar aku menangis.
“Saya terima nikahnya Maya binti Zaenal dengan mas kawin tersebut dibayar tunai”
Sah..sah? Alhamdulillah.. alfatihah

Semua orang bergembira menahan haru sedangkan aku semakin merunduk, menahan air mata yang sudah menggelayut disudut mata. Dia sudah sah menjadi suamiku, mejadi pendamping hidupku. Ku pegang ku cium tanganya. Ya sekarang aku menjadi istrinya. Buat apa memikirkan masalalu sedangkan yang terjadi sekarang adalah seperti ini. Dia suamiku.
Aku bersujud simpuh dihadapan ibu, kini aku menjadi seorang istri yang harus siap menuruti semua ucapan suami. Akhrinya air mata itu tumpah takkala ibu memeluku erat. “Selamat nak, kau sudah dewasa sekarang”

Aku harus membuang jauh-jauh tentang rendra meski tak yakin tapi aku akan berusaha. Sekarang aku membuka lembaran baru, bersama suamiku yang tidak terlalu aku kenali.
 Aku selalu yakin bahwa orang yang baik akan berjodoh dengan orang baik pula, aku lihat sekilas memang dia orang baik. Dan aku berusaha untuk menyadari bahwa rendra bukan yang terbaik untukku.

Meskipun sekarang aku tidak mencintanya tapi aku yakin aku bisa mencintanya seiring dengan waktu. Aku tidak ingin terus menerus tenggelam memikirkan masalalu sendangkan orang yang memang tuhan kirimkan untukku tersakiti. Aku cuman ingin melihat ke depan bukan ke belakang dan menjalani apa yang terjadi hari ini. Aku hanya ingin membhagiakan orangorang yang mencintaiku.

Semoga pernikahan kami menjadi pernikahan yang sakinah, mawadah wa rahmah. ^_^

Malam harinya ku kirim sms kepada rendra bahwa aku sudah menikah




You Might Also Like

0 komentar